Anggota Terlibat Kekerasan, Kapolres Wonogiri Pastikan Ada Upaya Hukum

Polres Wonogiri – Sejak Polres Wonogiri dipimpin AKBP Dydit Dwi Susanto, S.I.K, M.Si, dilaporkan 20 persen anggota mengalami permasalahan. Bahkan sebagian permasalahan tersebut masuk dalam ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Mengurangi permasalahan tersebut, Kapolres Wonogiri berpesan kepada para anggota dan bhayangkari agar selalu menjaga putra putrinya, khususnya yang mulai memasuki masa remaja. Sebab di tahun 2021 terdapat 24 perkara terkait persetubuhan anak, artinya dalam sebulan terjadi 1-2 kasus. Tercatat mayoritas dari kasus tersebut melalui factor media sosial (medsos).

“Saya mengajak ibu-ibu Bhayangkari agar anaknya tidak menjadi korban pelecehan seksual, ibu-ibu jangan takut untuk melapor, apabila mengalami KDRT kita akan proses pelanggaran anggota sekecil apapun walaupun sampai ranah hukum kita akan lanjut terus. Istri sah ada Akte nikah dan KPI kita tidak mau Bhayangkari dilecehkan di Polres ada ruang konseling silahkan konsultasi bila mengalami kekerasan,” ucap Kapolres Wonogiri dalam sambutan giat Sosialisasi Hukum tentang pemberian bantuan Hukum oleh Polri dan Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga kepada anggota Bhayangkari Polres Wonogiri di halaman Mapolres setempat, Selasa (25/1/2022).

Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Bhayangkari Cabang Polres Wonogiri Ny Nadia Dydit Dwi Susanto, Wakapolres Wonogiri Kompol Drs Kamiran, Kabag SDM Polres Wonogiri Kompol Prawito, S.H, Kanit PPA Sat Reskrim Polres Wonogiri Ipda Ririn Indrawati, S.H,M dan Ketua Bhayangkari Ranting Polsek jajaran serta 80 anggota Bhayangkari Polres Wonogiri.

“Kami dapat mengetahui pengetahuan tata cara tentang pernikahan, perceraian dan permasalahan dalam rumah tangga. Dengan kegiatan ini kita tahu tentang untuk mendapatkan keadilan hukum sebagai Bhayangkari,” terang Ny Nadia Dydit Dwi Susanto.

Seperti diketahui, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU RI no. 23 th 2004 tentang PKDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Rumah tangga adalah semua orang yang mempunyai hubungan keluarga atau orang yang menjadi tanggungan keluarga tersebut dan tinggal menetap.

“Penghapusan KDRT adalah jaminan yg diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT. menindak pelaku dan melindungi korban,” kata Kanit PPA Ipda Ririn Indrawati, S.H,M.H.

Kanit PPA menyebut, lingkup rumah tangga yang tercantum dalam UURI Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT adalah Suami, Istri, dan Anak. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksudpada karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga, dan/atau, orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Tujuan dari penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tertera dalam Pasal 4 UU PKDRT, yang berisi mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Lalu menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Selain itu, larangan KDRT setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, baik kekerasan fisik, psikis, seksual dan kekerasan ekonomi atau penelantaran.

Sedangkan dalam Undang-undang PKDRT terdapat hak-hak korban, antara lain, perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pelayanan bimbingan rohani.

Sementara itu, Kewajiban Pemerintah dan masyarakat sesuai Pasal 15 UUKDRT yakni setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat, dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Untuk ketentuan pidana tercantum pada Pasal 44, yang berbunyi, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Sedangkan Pasal 45, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

“Pasal 46, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Pasal 47 setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 48 dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 49 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2),” jelasnya.

Ditambahkan Kabag SDM Kompol Prawito,S.H, maksud dan tujuan kegiatan ini yakni mensosialisasikan tentang bantuan hukum di lingkungan polri kepada seluruh anggota polri & keluarga polri, menambah wawasan tentang bagaimana mekanisme dalam pemberian bantuan hukum oleh polri. Sehingga para anggota bhayangkari memahami dan mengerti bahwa di lingkungan polri terdapat fasilitas bantuan hukum.

“Seksi hukum adalah unsur pelaksana tugas pada tingkat polres yang bertugas melaksanakan pelayanan bantuan hukum, memberikan pendapat dan saran hukum, penyuluhan hukum, turut serta dalam pembinaan hukum dan pengembangan hukum. Dalam melaksanakan tugas seksi hukum menyelenggarakan fungsi pelayanan bantuan hukum, pemberian pendapat saran hukum dan penyuluhan, pembinaan hukum serta pengembangan hukum,” terangnya.
Dia menjelaskan, tata cara pemberian bantuan hukum kepada anggota polres wonogiri dan keluarganya adalah kegiatan yang dilakukan oleh kepolisian negara republik indonesia, dalam rangka memberikan bantuan hukum kepada setiap pegawai negeri pada polri di kepolisian resor wonogiri beserta keluarganya yang berhak memperoleh bantuan hukum dari dinas baik didalam maupun diluar proses peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Segala usaha, upaya, giat dalam rangka membantu menyelesaikan kasus-kasus hukum yang meliputi giat bantuan, nasehat, dan konsultasi hukum baik melalui peradilan maupun di luar peradilan. Bantuan hukum meliputi konsultasi hukum, nasehat hukum, saran dan pendapat hukum, advokasi, dan pendampingan, yang diberikan kepada satuan polri, anggota Polri, PNS Polri dan keluarga besar Polri,” jelasnya.

Laporan tersebut diajukan secara tertulis kepada Kapolda Up. Kabidkum. Apabila dikabulkan maka dibuatkan konsep surat perintah tugas dan surat kuasa khusus. Mekanisme permohonan bantuan hukum dari anggota, meliputi permohonan bantuan hukum diajukan oleh anggota sendiri atau melalui Ka Satker/ Ka Kesatuan, bisa dimintakan mulai pada tingkat pemeriksaan sampai tingkat persidangan, bantuan hukum diberikan gratis kecuali terhadap biaya perkara di pengadilan.

“Kegunaan bantuan hukum untuk memberi masukan/ bahan pertimbangan Ketua Sidang/ Komisi/Hakim dalam menjatuhkan putusan, untuk meminimalisir kekeliruan dalam penghukuman, membantu mengungkapkan hal-hal yang belum terungkap dipersidangan dan meringankan beban anggota,” tandasnya.

Exit mobile version